PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
Pemeriksaan peninjauan kembali ini diatur
dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang menyebutkan bahwa
terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
diajukan permohonan peninjauan kembali pada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan
peninjauan kembali ini dilakukan menuurut ketentuan sebagiamana yang dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, yang berbunyi
“ Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh pengadilan
dilingkungan peradilan agama atau pengadilan lingkungan peradilan Tata Usaha
Negara digunakan Hukum Acara Peninjauan Kembali yang tercantum dalam Pasal 67
sampai Pasal 75.
Hukum acara pemerikasaan peninjauan kembali
untuk sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, diberlakukan hukum acara pemeriksaan
peninjauan kembali untuk perkara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 67
sampai 75 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. Menurut Pasal 67 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985, permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dengan
alasan-alasan sebagai berikut :
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan
atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu diperiksa tidak
dapat ditemukan
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih daripada yang dituntut;
- Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Apabila mengenai pihak-pihak yang sama mengenai
suatu soal yang sama, atau dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau
sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang
lain;
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruhan yang nyata.
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan
sendiri oleh pihak yang bersengketa atau ahli warisnya atau seseorang wakilnya
yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Apabila selama proses pemeriksaan
permohonan peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut
dapat diajukan ahli warisnya.
Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985, tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali didasarkan atas
alasan sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 adalah 180 hari untuk :
- Yang disebut pada angka 1, sejak diketahui
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memeproleh
kekuatan hukum tetap dan diberitahukan kepada pihak yang bersangkutan;
- Yang disebut pada angka 2, sejak ditemukan
surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di
bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
- Yang disebut pada angka 3, 4, dan 6 sejak putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
bersengketa;
- Yang disebut pada angka 5 sejak putusan yang
terakhir bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang bersengketa.
Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh
pemohon kepada Mahkamah Agung melalui ketua pengadilan yang telah memutus
perkara tersebut pada tingkat pertama (Pasal 70 UMA). Permohonan
diajukan secara tertulis dengan menyebutkan alasan yang dijadikan dasar
permohonan dan dimasukkan di kepaniteraan pengadilan yang telah memutus perkara
pada tingkat pertama. Seandainya pemohon tidak bisa menulis dapat menyampaikan
permohonan secara lisan dihadapan ketua pengadilan yang telah memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan
yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 UMA). Setelah
pengadilan yang bersangkutan menerima permohonan peninjauan kembali, maka
panitera berkewajiban selambat-lambatanya 14 hari menyampaikan salinan
permohonan tersebut pada pihak lawan pemohon, agar pihak lawan dapat
mengetahui dan mengajukan jawabannya. Tenggang waktu bagi pihak lawan
untuk mengajukan jawabannya adalah 30 hari setelah diterimanya salinan
permohonan peninjauan kembali.
Setelah jawaban dari pihak lawan diterima
oleh pengadilan yang bersangkutan, permohonan tersebut beserta jawabannya
dengan dilengkapi berkas perkara dan biaya perkara harus telah dikirimkan oleh
panitera yang bersangkutan ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 30 hari.
Dalam proses pemeriksaan peninjauan kembali
Mahkamah Agung berwenang memerintahkan pengadilan yang telah memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding untuk mengadakan
pemeriksaan tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari
pengadilan yang dimaksud. Pengadilan yang diminta mengadakan pemeriksaan
tambahan tesebut segera mengirimkan berita pemeriksaan tambahan serta
pertimbangannya pada Mahakamah Agung (Pasal 73 UMA).
Setelah memeriksa permohonan peninjauan
kembali tersebut Mahkamah Agung dapat memutuskan (Pasal 74 UMA) :
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan
membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut,
selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri sengketanya;
- Menolak permohonan peninjauan kembali dalam hal
Mahkamah Agung berpendapat permohonan tersebut tidak beralasan.
Salinan putusan Mahkamah Agung atas
permohonan peninjauan kembali tersebut dikirimkan kepada pengadilan yang telah
memutus sengketa tersebut pada tingkat pertama dan selanjutnya Panitera
Pengadilan yang bersangkutan menyampaikan salinan putusan tersebut kepada
pemohon serta memberitahukan keputusan itu kepada pihak lawan
selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari (Pasal 75 UMA).
Secara ringkas proses pengajuan permohonan peninjauan kembali sebagai berikut:
1. Pemohon membayar panjar biaya perkara Peninjauan Kembali (PK), (berdasarkan
penetapan Ketua PTUN);
2. Permohonan PK diajukan secara tertulis / Buat Akta Pernyataan PK;
3. PK diajukan
dalam waktu 180 hari (6 bulan) sejak putusan Kasasi disampaikan para pihak;
Peninjauan Kembali diajukan dalam
hal:
(a) . Apabila
putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pad bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidan dinyatakan palsu adalah sejak diketahui kebohongan
atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap, dan tetap diberitahukan kepada pihak yang berperkara;
(b) . Apabila
setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan adalah sejak ditemukan
surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemikannya harus dinyatakan
dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
(c) . Apabila telah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,
apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangankan sebab-sebabnya, dan apabila antara pihak-pihak yang sama
mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama
atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lainnya adalah sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara;
(d) . Apabila dalam
suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau auatu kekeliruan yang nyata
adalah sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara;
4. Selambat-lambatnya
14 hari setelah permohonan PK/Akta PK, Panitera (Panmud Perkara) wajib
memberitahukan permohonan PK kepada pihak lawan dengan dilampiri salinam
permohonan PK beserta alasan-alasan pengajuan PK;
5. Selambat-lambatnya
dalam waktu 30 hari sejak alasan PK diberitahukan/dikirim secara sah,
Jawaban/tanggapan atas alasan PK harus sudah diterima dikepaniteraan Pengadilan
TUN, selanjutnya disampaikan kepada pihak lawan;
6. Selambat-lambatnya
dalam waktu 14 hari setelah Jawaban/tanggapan atas alasan PK harus sudah
diterima dikepaniteraan Pengadilan TUN, harus diberikan kesempatan para pihak
untuk “Inzage” (dituangkan dalam akta) dan membuat relaas pemberitahuan;
7. Dalam waktu 30
hari sejak Jawaban/tanggapan atas alasan PKditerima berkas perkara (Bundel A
dan Bundel B) dikirim ke Panitera Mahkamah Agung RI, dengan membuat relaas
pemberitahuan (pengiriman berkas ke para pihak).