Pengampunan pajak (tax amnesty) menjadi titik sentral
pemberitaan di media massa tahun ini. Program amnesti pajak memiliki arti
sangat penting, bahkan menjadi pertaruhan pemerintah, sehingga Presiden Joko
Widodo pun turun tangan langsung sosialisasi ke sejumlah kota.
UU Pengampunan Pajak berlaku sejak 1 Juli dan berakhir 31
Maret 2017. Pemerintah menargetkan perolehan uang tebusan sebesar Rp 165
triliun untuk program ini, dengan dana yang direpatriasi dari luar negeri
mencapai Rp 1.000 triliun dan dana yang dideklarasi sebesar Rp 4.000 triliun,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pengertian tax amnesty adalah penghapusan pajak bagi Wajib
Pajak yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak memenuhi kewajibannya
dalam membayar pajak lewat imbalan menyetor pajak dengan tarif yang lebih
rendah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak orang-orang kaya di Indonesia
yang memarkir dananya di luar negeri demi menghindari kewajiban membayar
pajaknya.
Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak
yang selama ini belum atau kurang dibayar, di samping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak. Meningkatnya kepatuhan tersebut juga merupakan dampak dari
makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi mengenai daftar
kekayaan Wajib Pajak
Tujuan tax amnesty
atau pengampunan pajak adalah
- Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek.
Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun seringkali
menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty. Hal ini akan berdampak pada
keinginan pemerintah untuk memberikan tax amnesty dengan harapan pajak yang
dibayar oleh wajib pajak selama program tax amnesty akan meningkatkan
penerimaan pajak.
- Meningkatkan kepatuhan pajak dimasa yang akan datang.
Kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian tax amnesty. Para
pendukung tax amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan
meningkat setelah program tax amnesty dilakukan. Hal ini didasari pada harapan
bahwa setelah program tax amnesty dilakukan Wajib Pajak yang sebelumnya menjadi
bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka Wajib Pajak tersebut tidak
akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya.
- Mendorong repatriasi modal atau aset. Kejujuran dalam pelaporan
sukarela atas data harta kekayaan setelah program tax amnesty merupakan salah
satu tujuan pemberian tax amnety. Dalam konteks pelaporan, data harta kekayaan
tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk mengembalikan modal yang
parkir di luar negeri tanpa perlu membayar pajak atas modal yang di parkir di
luar negeri tersebut. Pemberian tax amnesty atas pengembalian modal yang di
parkir di luar negeri ke bank di dalam negeri dipandang perlu karena akan
memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data kekayaan wajib
pajak kepada bank di dalam negeri.
- Transisi ke sistem perpajakan yang baru. Tax amnesty dapat
di justifikasi ketika tax amnesty digunakan sebagai alat transisi menuju sistem
perpajakan yang baru.
Sawyer (2006) menyebutkan beberapa tipe pengampunan pajak
(Tax Amnesty), yaitu:
Filling amnesty. Pengampunan yang diberikan dengan
menghapuskan sanksi bagi Wajib Pajak yang terdaftar namun tidak pernah mengisi
SPT (non-filers), pengampunan diberikan jika mereka mau mulai untuk mengisi
SPT.
- Record-keeping amnesty. Memberikan penghapusan sanksi untuk
kegagalan dalam memelihara dokumen perpajakan di masa lalu, pengampunan
diberikan jika Wajib Pajak untuk selanjutnya dapat memelihara dokumen
perpajakannya.
- Revision amnesty. Ini merupakan suatu kesempatan untuk
memperbaiki SPT di masa lalu tanpa dikenakan sanksi atau diberikan pengurangan
sanksi. Pengampunan ini memungkinkan Wajib Pajak untuk memperbaiki SPT-nya yang
terdahulu (yang menyebabkan adanya pajak yang masih harus dibayar) dan membayar
pajak yang tidak (missing) atau belum dibayar (outstanding). Wajib Pajak tidak
akan secara otomatis kebal terhadap tindakan pemeriksaan dan penyidikan.
- Investigation amnesty. Pengampunan yang menjanjikan tidak
akan menyelidiki sumber penghasilan yang dilaporkan pada tahun-tahun tertentu
dan terdapat sejumlah uang pengampunan (amnesty fee) yang harus dibayar.
Pengampunan jenis ini juga menjanjikan untuk tidak akan dilakukannya tindakan
penyidikan terhadap sumber penghasilan atau jumlah penghasilan yang sebenarnya.
Pengampunan ini sering dikenal dengan pengampunan yang erat dengan tindak
pencucian (laundering amnesty).
- Prosecution amnesty. Pengampunan yang memberikan penghapusan
tindak pidana bagi Wajib Pajak yang melanggar undang-undang, sanksi dihapuskan
dengan membayarkan sejumlah kompensasi.
Menurut Erwin Silitonga (2006), terdapat empat jenis
pengampunan pajak, yaitu:
- Pengampunan hanya diberikan terhadap sanksi pidana
perpajakan saja sedangkan kewajiban untuk membayar pokok pajak termasuk
pengenaan sanksi administrasi seperti bunga dan denda tetap ada. Tujuan
pengampunan ini adalah memungut dan menagih utang pajak tahun – tahun
sebelumnya yang tidak dibayar atau dibayar tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, sehingga penerimaan negara meningkat sekaligus jumlah wajib
pajak bertambah.
- Pengampunan pajak yang diberikan tidak hanya berupa
penghapusan sanksi pidana, tetapi juga sanksi administrasi berupa denda. Tujuan
dari pengampunan ini adalah dasarnya sama dengan jenis 1 (pertama), yang
berbeda adalah jenis sanksi administrasi yang dikenakan oleh fiskus hanya
sebatas bunga atas kekurangan pajak. Dengan demikian, model ini tetap harus
membayar pokok pajak ditambah dengan bunga atas kekurangan pokok tersebut.
- Pengampunan pajak diberikan atas seluruh sanksi, baik sanksi
administrasi maupun sanksi pidana. Konsekuensi dari pengampunan jenis ini
adalah wajib pajak hanya dikenakan kewajiban sebatas melunasi utang pokok untuk
tahun-tahun sebelumnya tanpa dikenakan pidana. Dengan demikian pengampunan
diberikan terhadap semua perbuatan yang dilakukan sebelum pemberian pengampunan
pajak baik terhadap pelanggaran, yang bersifat adminitratif maupun pidana.
- Pengampunan diberikan terhadap seluruh utang pajak untuk
tahun-tahun sebelumnya dan juga atas seluruh sanksi baik yang bersifat
administratif maupun pidana.
Dalam menerapkan pengampunan pajak, terdapat beberapa hal
yang menjadi pertimbangan pemerintah, yaitu (Devano, 2006:137-138):
- Underground economy. Bagian dari kegiatan ekonomi yang
sengaja disembunyikan untuk menghindarkan pembayaran pajak, yang berlangsung di
semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Kegiatan ekonomi ini
lazimnya diukur dari besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan, dibandingkan
dengan nilai produk domestik bruto (PDB). Kegiatan ekonomi bawah tanah ini
tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan
tahunan (SPT) Pajak Penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan
pajak (tax evasion).
- Pelarian modal ke luar negeri secara ilegal. Kebijakan tax
amnesty adalah upaya terakhir pemerintah dalam meningkatkan jumlah penerimaan
pajak, ketika pemerintah mengalami kesulitan mengenakan pajak atas dana atau
modal yang telah dibawa atau di parkir di luar negeri. Perangkat hukum domestik
yang ada memiliki keterbatasan sehingga tidak dapat menjangkau Wajib Pajak yang
secara ilegal menyimpan dana di luar negeri.
- Rekayasa transaksi keuangan yang mengakibatkan kehilangan
potensi penerimaan pajak. Kemajuan infrastruktur dan instrumen keuangan
internasional seperti yang disebut sebagai tax heaven countries telah mendorong
perusahaan besar melakukan illegal profit shifting ke luar negeri dengan cara
melakukan rekayasa transaksi keuangan. Setelah itu, keuntungan yang dibawa ke
luar negeri sebagian masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk pinjaman luar
negeri atau investasi asing. Transaksi tersebut disebut pencucian uang (money
laundry). Ketentuan perpajakan domestik tak mampu memajaki rekayasa transaksi
keuangan tersebut. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, maka timbul potensi
pajak yang hilang dalam jumlah yang signifikan. Tax amnesty diharapkan akan
menggugah kesadaran wajib pajak dengan memberikan kesempatan baginya untuk
menjadi Wajib Pajak patuh.
ADS HERE !!!