Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah, rahmat dan salam untuk Muhammad Rasul pilihan, saya
sebagai penyusun makalah telah berhasil
dalam Menyusun makalah Hukum Keuangan Negara, yang dapat
diselesaikan semata-mata atas kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang
berlimpah-limpah. Dalam makalah ini juga
akan dipelajari atau membahas tentang BLU (Badan Layanan Unum)
Saya
berupaya dalam penyusunan makalah ini
untuk memberi sedikit penjelasan dan pandangan tentang lebih jauh tentang BLU (Badan Layanan Umum), maupun penjelasan tentang latar belakang dari BLU (Badan Layanan Umum) di Indonesia secara umum, dan upaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Pengimplementasikan BLU di Indonesia. Makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, maka saya sebagai penyusun
makalah sangat menanti tegur sapa serta kritik dan saran membangun dari
pembaca untuk lebih bisa menyempurnakan makalah ini. Dan saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan materi
ini, karena makalah ini tersusun dari berbagai sumber,baik berupa buku teks,
tulisan, ataupun dari internet. Akhir
kata, saya berharap mudah-mudahan makalah ini dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya,dan bisa menjadi tolak ukur kita terhadap dunia sosial sebaik
mungkin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu
agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran
dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan
basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada
input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses
pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas,
tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi.
Penganggaran
yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian
sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada publik. Salah
satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan
mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising
the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor
keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU
No.17/2003 tentang Keuangan Negara.
Selanjutnya, UU
No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor
baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan
Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat
dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip
pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan
instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
(BLU). BLU
ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan
sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi BLU (Badan Layanan Umum) di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang?
C.
Maksud Dan Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui seperti apa
implementasi BLU (Badan Layanan Umum) di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
D.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan
dalam penulisan makalah ini merupakan metode yang bersifat library research,
yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai data dari bahan-bahan bacaan baik
dibuku maupun di internet dan kemudian di analisa dan di susun dalam bentuk
makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian BLU (Badan Layanan Umum)
BLU menurut Pasal
1 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
adalah Instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
B.
Implementasi PPK Badan Layanan Umum
Sejalan
dengan reformasi administrasi publik, doktrin New Public Management (NPM) telah diadopsi dalam manajemen
pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia.Tranformasi manajemen
pemerintahan menurut New Public Management tersebut
mulai dari penataan kelembagaan, reformasi kepegawaian, dan reformasi keuangan
negara.
Peangadopsian
pemikiran New Public Management di Indonesia dalam bidang reformasi
keuangan, telah bergulir sejak akhir tahun 2003, yaitu dengan dikeluarkannya
tiga paket peraturan keuangan negara, yang terdiri dari Undang – Undang nomor
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang – undang nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang – undang nomor 15 tahun 2005 tentang
Pemeriksaan Keuangan Negara.
Sejalan
dengan pelaksanaan reformasi keuangan negara tersebut, maka berdasarkan Undang
– undang tersebut instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya memberikan
pelayanan kepada masyarakat dapat meneraapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek bisnis yang sehat dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap mengedepankan efisiensi,
efektivitas, dan produktivitas, melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK BLU).
Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang adalah salah satu dari sekian banyak
instansi yang telah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
berdasarkan SK Menteri Keuangan nomor 278/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan
SK Menteri Kesehatan RI nomor 756/Men.Kes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007.
Walaupun pengukuhan sebagai BLU di tahun 2007, namun implementasi penerapan PPK
BLU tersebut baru dilaksanakan pada tahun 2008, karena diperlukan adanya masa
transisi dari instansi pengguna PNBP menjadi instansi yang menerapkan PPK BLU.
Adanya penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum ini, bagi Rumah
Sakit di sisi lain membawa kemudahan dalam kegiatan operasionalnya, karena adanya
fleksibilitas dalam mengelola pendapatan yang diperolehnya tanpa harus
disetorkan ke kas negara terlebih dahulu dalam penggunaannya, dan fleksibilitas
dalam hal lainnya. Namun kemudahan tersebut juga di sisi lainnya menuntut
adanya suatu akuntabilitas yang tinggi, sehingga bagi satker yang menerapkan
PPK BLU juga harus mempunyai alat, sistem, atau prosedur yang dapat digunakan
dalam penerapan praktek bisnis yang sehat. Sehingga adanya fleksibilitas dan
tuntutan akuntabilitas tersebut, instansi yang telah menerapkan PPK BLU dapat
senantiasa meningkatkan kinerjanya.
Kemandirian
dalam pengelolaan keuangan sebagai inti dari sebuah Badan Layanan Umum, membawa
konsekuensi bagi pihak yang terkait untuk bersama – sama mewujudkan
pengimplementasian tersebut dengan baik. Dalam hal ini, bagi satuan kerja yang
menerapkan PPK BLU mempunyai “kontrak” dengan pemerintah, untuk menjalankan
praktek bisnis yang sehat dan harus dapat meningkatkan kinerjanya, dan tak lupa
dengan tuntutan akuntabilitasnya. Tolok ukur adanya peningkatan kinerja ini
antara lain adalah : adanya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan yang
secara langsung akan berimbas pada peningkatan pendapatan BLU, adanya
peningkatan efisiensi, dan meningkatnya akses masyarakat atas layanan BLU. Ada
beberapa hal yang dapat diambil oleh satker guna meningkatkan kinerjanya,
antara lain : adanya tekad dari semua jajaran dalam satuan kerja untuk
meningkatkan kinerjanya (bukan mengejar fleksibilitas), mempunyai enterpreneurship/enterprising the
government,
membangun tata kelola yang baik, serta sebagai faktor yang amat penting
adalah kualitas SDM yang memadai. Di luar satker BLU, pihak yang terkait dalam
rangka implementasi PPK BLU adalah Kementerian/Lembaga, dimana dalam era BLU
kendali Kementerian/Lembaga terhadap pengelolaan BLU berkurang, namun harus
senantiasa mendampingi pelaksanaan PPK BLU di satuan kerja di bawahnya, dengan
membuat ketentuan teknis sektoral yang dapat mendorong kinerja BLU, melakukan
monitoring dan evaluasi implementasi BLU dan capaian kinerjanya, serta
melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan atas permasalahan dalam
pengelolaan keuangan di satker BLU. Kementerian Keuangan sebagai kepanjangan
tangan pemerintah dalam awal pembentukan satker BLU, juga mempunyai tugas untuk
memantau implementasi PPK BLU, dan dalam hal – hal yang terkait dengan regulasi
keuangan negara, perlu mengingat adanya fleksibilitas yang dimiliki sebuah BLU.
Perjalanan
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam menerapkan PPK BLU pada tahun
ini memasuki tahun ke-5 sejak pengimplementasiannya. Ada beberapa catatan dalam
perjalanan waktu tersebut yang ke depan masih perlu dibenahi, baik olek pihak
internal maupun eksternal RS. Dalam perencanaan, sebagai kamusnya adalah
Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang merupakan penjabaran tahunan dari Renstra
RS. Namun dalam kenyataannya, Rencana Bisnis Anggaran hanyalah merupakan
dokumen untuk memenuhi kelengkapan administrasi BLU, karena dari pedoman yang
ada, menyulitkan untuk dipahami, dan di sisi lain bukan merupakan dokumen yang
dijadikan acuan dalam pembahasan anggaran di tingkat Kementerian/Lembaga maupun
dengan Kementerian Keuangan. Untuk dapat menempatkan fungsi RBA itu sendiri
pada tempatnya, Kementerian/Lembaga hendaknya perlu bersinergi dengan
Kementerian Keuangan dalam memberikan pendampingan dalam penyusunan RBA yang
ideal, baik melalui penyusunan pedoman yang lebih mudah dipahami maupun
bimbingan secara teknis.
Penyajian
Rencana Bisnis Anggaran sesuai pedoman yang berlaku, tergantung pula dukungan
data dari semua unit kerja dalam RS serta sistem pengolahan data tersebut.
Dalam RBA yang tersaji saat ini, yang utama perlu segera dibenahi adalah
penyusunan biaya agregat yang merupakan biaya per unit output. Penyusunan biaya
agregat ini erat kaitannya dengan pelaksanaan sistem akuntansi biaya di RS.
Kondisi saat ini, sistem akuntansi biaya di RS belum berjalan optimal, sehingga
hal ini berimbas pada penyajian RBA kurang ideal, dan Akuntansi Manajemen di RS
juga belum dapat tersaji dengan baik. Oleh karena itu membutuhkan dukungan dari
semua unit yang ada, sehingga RBA yang merupakan cerminan dari perencanaan RS
dalam satu tahun dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi RBA
yang telah disusun oleh RS, pada kenyataannya dalam pelaksanaan anggaran perlu
disesuaikan pula dengan anggaran yang diterima. Oleh karena itu RBA sebagai
kamus perencanaan, pada akhirnya disesuaikan dengan anggaran yang diterima.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa RBA tidak perlu disesuaikan dengan anggaran
yang diterima, mengingat RBA adalah dokumen induk perencanaan dalam satu tahun,
tetapi hal ini akan menyulitkan pada saat dibaca oleh pihak yang tidak terlibat
dalam penyusunan RBA, dan guna kepentingan pengesahan RBA itu sendiri oleh
Kementerian/Lembaga, maka perlu disesuaikan dengan alokasi anggaran yang
diterima RS.
Dokumen
anggaran satker BLU berupa DIPA BLU beserta perangkatnya berupa Petunjuk
Operasional Kegiatan (POK) dan RKAKL berhubungan erat dengan laporan keuangan
berbasis Standar Akuntansi Pemerintahan, karena saat ini laporan keuangan
berbasis SAP merupakan laporan pelaksanaan anggaran. Sehingga tuntutan dalam
penyajian laporan keuangan tersebut banyak yang harus diawali dari dokumen
anggaran. Sebagai contoh dalam hal pencatatan hibah BLU, harus dicatat sebagai
penerimaan BLU, sehingga harus diawali dengan revisi DIPA. Namun sayang
terkadang aturan yang terkait dengan BLU kurang diantisipasi oleh pihak
terkait, sehingga kadang terbit secara mendadak, dan koordinasi antar pihak
yang terkait juga kurang optimal, sehingga ketika dijalankan masih terdapat
penafsiran yang berbeda – beda.
Capaian
atas perencanaan yang telah disusun tergantung pada internal RS dengan strategi
– strateginya. Pencapaian atas target pendapatan yang telah ditetapkan
tergantung pada upaya yang dilakukan dalam upaya menggali maupun berinovasi
atas sumber – sumber pendapatan yang ada. Sedangkan pencapaian atas realisasi
belanja, tergantung pada alokasi anggaran, pendapatan yang diterima, serta
pelaksanaan anggaran itu sendiri.
Badan
Layanan Umum menuntut sebuah perencanaan yang baik dan pelaksanaan anggaran
yang baik yang didukung dengan media yang dapat menggambarkan pelaksanaan PPK
BLU tersebut secara akuntabel. Yang pasti adanya fleksibilitas pada dasarnya
memberikan kemudahan pada satker BLU untuk menjalankan tugas dan fungsinya
dalam melayani masyarakat dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat dengan
tetap mengedepankan efisiensi dan produktivitas. RS merupakan organisasi non
profit, tapi profitable. Banyak peluang yang bisa digali dalam menerapkan PPK BLU
itu, antara lain dalam pengelolaan pendapatan, pengelolaan piutang dan utang,
pengelolaan barang, kepegawaian terdiri dari PNS dan profesional non PNS.
Sehingga dibutuhkan jiwa enterpreneurship untuk menangkap peluang yang ada
tersebut. Adanya PPK BLU ini juga masih ada tantangan yang harus dihadapi,
antara lain pemahaman BLU yang belum sama baik di tingkat satker itu sendiri,
di Kementerian/Lembaga, maupun di Kementerian Keuangan. Di samping itu
ketentuan yang tertuang dalam PP no 23/2005 dalam pelaksanaannya belum
sinkron/memadai, sebagai contoh dalam pelaksanaan KSO untuk BLU. Tetapi
tantangan yang paling besar adalah pola pikir yang belum berubah dan
peningkatan kualitas SDM satker BLU, karena hal ini merupakan salah satu kunci
satker dapat menjalankan dan memetik keuntungan diterapkannya PPK BLU.
Perubahan Pola Pengelolaan Keuangan di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang dari
instansi pengguna PNBP menjadi instansi yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum menuntut perubahan pola pikir dari semua jajaran RS
dari tingkat pimpinan sampai staf untuk berpikir strategis dan inovatif selaras
dengan penerapan pola yang baru. Sehingga peluang dan tantangan menjadikan PPK
BLU merupakan anugerah yang membawa berkah bagi semuanya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
-
Berdasarkan SK Menteri Keuangan nomor
278/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan SK Menteri Kesehatan RI nomor
756/Men.Kes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007, Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang dikukuhkan sebagai BLU pada tahun 2007 dan pengimplementasian
penerapan PPK BLU baru dilaksanakan pada tahun 2008.
-
Sejak pengimplementasian PPK BLU Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang memasuki tahun ke-5, Rencana Bisnis Anggaran (RBA)
hanyalah merupakan dokumen untuk memenuhi kelengkapan administrasi BLU, karena
dari pedoman yang ada, menyulitkan untuk dipahami, dan di sisi lain bukan
merupakan dokumen yang dijadikan acuan dalam pembahasan anggaran di tingkat
Kementerian/Lembaga maupun dengan Kementerian Keuangan.
-
Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang merupakan
penjabaran tahunan dari Renstra RS dan satker BLU berupa DIPA BLU beserta
perangkatnya berupa Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan RKAKL berhubungan
erat dengan laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Pemerintahan harus
lebih efektif dan berjalan optimal didalam tubuh internal maupun eksternal RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang.
-
RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang dari instansi
pengguna PNBP menjadi instansi yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum menuntut perubahan pola pikir dari semua jajaran RS dari tingkat
pimpinan sampai staf untuk berpikir strategis dan inovatif selaras dengan
penerapan pola yang baru. Sehingga peluang dan tantangan menjadikan PPK BLU
merupakan anugerah yang membawa berkah bagi semuanya dan status RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang sebagai Badan Layanan Umum menuntut sebuah perencanaan yang
baik dan pelaksanaan anggaran yang baik yang didukung dengan media yang dapat
menggambarkan pelaksanaan PPK BLU tersebut secara akuntabel.