Syarat-syarat
pernikahan :
1.
adanya
calon laki-laki dan wanita (tidak ada paksaan dan harus sudah aqil baliqh);
2.
Adanya
wali (baliqh, adil, dan tidak dicabut hanya menjadi wali);
3.
Adanya
saksi (baliqh, adil, dan tidak dicabut hanya menjadi wali);dan
4.
Ijab
Kabul (antara ijab dan Kabul tidak diperbolehkan ada jedah/bersambung).
Syarat
memilih pasangan:
1.
Syarat
mustahsinah : syarat yang sifatnya relative
2.
Syarat
mulasimah : syarat yang sifatnya
anjuran
3.
Syarat
kesetaraan : 1. Hartawan;
2. Rupawan;
3. Keturunan; dan
4. Agamawan.
Dasar
hukum pernikahan :
1. Wajib : usianya sudah
cukup, punya penghasilan sendiri dan sudah mampu berkeluarga, serta hasrat yang
kuat untuk menikah.
2.
Sun’nah :usia cukup, punya
penghasilan sendiri, dan sudah mampu berkeluarga, serta belum memiliki keinginan
untuk menikah.
3.
Makruh :ada keinginan untuk menikah , hanya saja
belum memenuhi syarat.
4.
Haram : tidak memenuhi
syarat, and memaksakan diri untuk tujuan lain.
Tujuan
perkawinan :
1.
Melanjutkan
keturunan;
2.
Menghindari
pandangan mata dan hati dari perbuatan maksiat;dan
3.
Menciptakan
keluarga yang sakinah, mawadah, dan wahrohmah.
Pengertian
mahar :
1. Shadaq : pemberian suami kepada isterinya ketika
suami pertama kali menemui isterinya dan pemberian shadaq dari suami kepada
isterinya menyebabkan isteri berpisah dengan orang tuanya.
2. Mahar itu sendiri : pemberian suami kepada orang tua calon
isteri, dan pemberian ini tidak menyebabkan orang tua berpisah dengan anaknya.
Bentuk-bentuk
mahar :
1. Mahar musamma : mahar yang sudah
ditentukan sebelumnya dan disebut pada saat ijab Kabul.
2. Mahar mitsil : mahar yang tidak ditentukan, adanya
mahar ini menyebabkan mahar tidak dimasukkan menjadi rukun dalam melakukan
perkawinan.
Hak dan
kewajiban suami isteri :
1. hak bersama :
a. hak
bergaul/bersetubuh;
b. hak
saling mewaris;
c. mahram
semenda, larangan kawin dalam hubungan semenda; dan
d. anak
dinazabkan kepada ayahnya. Contoh : Salma A. Rahman;
2. hak seorang isteri, yang merupakan kewajiban
seorang suami :
a. masalah
kebendaan/materi (pakaian dan nafkah lahiriah);
b. nafkah
non matei, (nafkah batiniah).
3. hak suami yang merupakan kewajiban isteri :
a. non
materi,(menaati suami sepanjang perintah itu tidak bertentangan dengan
ketentuan syariah); dan
b. menjaga
harta benda suami, serta tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suami.
Jenis-jenis
perceraian :
1. Taklikh talaq :hak talakh yang
didelegasikan kepada isteri, yaitu jika suami meninggalkan isteri selama 6
bulan berturut-turut dan tidak menafkahi isterinya.
2. Ila : pernyatan suami
untik tidak menggauli isterinya maksimal 4 bulan berturut-turut. Menurut safei
: hal tersebut sudah dianggap cerai. Menurut hanafi, harus melalui pengadilan
terlebih dahulu.
3. Dzihar : suami
memperlakukan isteri sama dengan ibunya. Dalam hal ini suami tidak boleh
menggauli isterinya. Jika ingin menggauli, maka suami wajib berpuasa 2 bulan
berturut-turut dan member makan 60 orang tidak mampu.
4. Fashak : batalnya perkawinan disebabkan karena
dilanggarnya salah satu syarat perkawinan. Baik sebelum perkawinan,
maupun sesudah perkawinan tersebut dilaksanakan.
5. Lian : tuduhan suami
kepada isterinya, bahwa isterinya telah telah bersinah.
6. Khuluk : hampir sama dengan
talakh, hanya saja pada talakh, harus diucapkan pada saat isteri dalam keadaan
suci. Sedanbgkan khuluk dapat diucapkan meskipun isteri dalam keadaan tidak suci
Prinsip
kewarisan islam
1. Prinsip
ijbari : peralihan harta dari yang meninggal kepada ahli waris akan beralih
dengan sendirinya tanpa sepengetahuan kedua belah pihak.
2. Prinsip
individualisme : setelah harta warisan bersih (siap untuk dibagi) maka setiap
ahli waris berhak untuk mendapatkan bagiannya masing-masing dan tidak ada ahli
waris yang boleh menghalangi pembagian itu.
3. Prinsip
berimbang berkeadilan 2:1.
Sebab-sebab
menerima warisan :
1.
Sebab
hubungan kekeluargaan/keturunan;
2.
Sebab
hubungan perkawinan; dan
3.
Sebab
hubungan wala’, yaitu dimana seorang tuan yang memerdekakan budaknya.
Dengan adanya hubungan perkawinan maka isteri
yang ditinggal suami berhak menjadi ahli waris, dan sebaliknya. Dengan
perhitungan bagian warisan :
Janda :
1/8 jika punya anak.
1/4 jika tidak punya anak.
Duda :
1/4 jika punya anak.
1/2 jika tidak punya anak.
Saudara baru dapat mewaris jika pewaris tidak
memiliki anak laki-laki.
Sebab-sebab
yang menjadi penghalang kewarisan :
1.
Pembunuhan;
2.
Beda
agama;
3.
Perbudakan;
dan
4.
Beda
Negara (ada yang menambahkan).
Rukun
mewaris :
1.
Adanya
pewaris;
2.
Adanya
ahli waris; dan
3.
Adanya
warisan.
Syarat
mewaris :
1.
Meninggal
dunianya si pewaris;
2.
Hidupnya
ahli waris; dan
3.
Mengetahui
status kewarisan (hub. Nasab atau perkawinan).
Penggolongan
ahli waris menurut ajaran patrilineal :
1.
Zawil
furudh;
2.
Ashabah;
dan
3.
Zawil
ahram.
Menurut
ajaran bilateral :
1.
Zawil
furudh;
2.
dzul
qharabas/ashabah; dan
3.
Mawali/pergantian
tempat.
Zawil furudgh adalah :ahli waris yang
bagian-bagiannya sudah ditentukan baik dalam al-quran maupun al-hadits. Dalam
pembagian harta warisan, tidak didahulukan memperoleh harta warisan.
Bagian tertentu yang dimaksud yaitu : 2/3,
1/3, 1/6, 1/2, 1/4, dan 1/8.
2/3
kepada anak perempuan lebih dari satu orang dengan ketentuan anak perempuan itu
tidak memiliki anak laki-laki.
1/3
kepada ayah dan ibu pewaris. Ibu dapat 1/3, jika tidak bersama dengan keturunan
pewaris dan/atau tidak bersama dengan 2 saudara atau lebih saudara pewaris.
Ayah dapat 1/3 jika mewaris tidak bersama anak pewaris.
1/6
kepada ayah dan ibu, jika pewaris meninggalkan anak laki-laki dan anak
perempuan. Ibu dapat 1/3, jika ada anak laki-laki.
2/3
kepada saudara sekandung, jika punya lebih dari 1 saudara.
1/2 kepada saudara sekandung, jika hanya ada 1 saudara.
1/6
kepada ayah, jika pewaris memiliki anak laki-laki.
1/6
+ sisa kepada ayah, jika pewaris memiliki anak perempuan.
1/2
kepada anak perempuan, jika ia hanya sendiri dan tidak bersama dengan anak
laki-laki.
1/2
kepada suami, jika pewaris tidak memiliki keturunan.
1/4
kepada suami, jika ada keturunan pewaris.
1/4
kepada isteri, jika tidak bersama keturunan pewaris.
1/8
kepada isteri, jika ia mewaris bersama keturunan pewaris.
Ashabah adalah ahli waris yang menerima sisa
harta warisan setelah dikeluarkan bagian dari zawil furudh.
1. Ashabah binafhihi :
§
Anak
laki-laki
§
Bapak
§
Saudara
laki-laki sekandung
§
saudara
laki-laki sebapak
§
paman
kandung
§
pamaan
sebapak
§
anak
laki-laki paman kandung
§
anak
laki-laki paman sebapak
§
kakek
§
cucu
laki-laki dan anak laki-laki
2. Ashabah bilghairi : ahli waris
ashabahdisebabkan oleh orang lain.
§
Cucu
laki-laki bersama dengan cucu perempuan dengan ketentuan semua cucu tersebut
lewat anak laki-laki.
§
Saudara
perempuan kandung bersama dengan saudara laki-laki kandung.
§
Saudara
perempuan sebapak bersama dengan saudara laki-laki sebapak.
3.
Ashabah Maalghair : saudara perempuan kandung atau sebapak menjadi ashabah
karena mewaris bersama dengan keturunan perempuan.
§
Saudara
perempuan kandung yang mewaris bersama anak laki-laki atau cucu perempuan dari
anak laki-laki.
§
Saudara
laki-laki sebapak yang mewaris bersama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki.
Contoh soal :
Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan
kerabatnya : ayah, ibu, 2 orang anak laki-laki, 4 orang anak perempuan, isteri,
4 orang cucu, 3 keponakan, 4 saudara kandung laki-laki, 2 saudara kandung
perempuan. Harta yang ditinggalkan Rp. 2000.000,-
Ahli waris :
1.
Asteri
2.
Ayah
3.
Ibu
4.
Anak
laki-laki
5.
Anak
perempuan
Harta bersama : Rp. 2000.000,-
HB Suami =
2/3 x Rp. 2.000.000,- = Rp. 1.333.333,-
HB Isteri =
1/3 x Rp. 2.000.000,- = Rp. 666.666,-
+
Rp.
2.000.000,-
Harta warisan = Rp. 1.333.333
Isteri :
1/8 x Rp. 1.333.333,- = Rp. 166.666 + Rp. 666.666 = Rp. 8333.332,-
Ayah :
1/6 x Rp. 1.333.333,- = Rp. 222.222,-
Ibu :
1/6 x Rp. 1.333.333,- = Rp. 222.222,- +
Rp. 611.110,-
Sisa harta untuk anak = Rp.1.333.333,- – Rp. 611.110,-
= Rp. 722.223,-
2 orang anak laki-laki + dengan 4 orang anak
perempuan
(2 x 2) + (4x1) = 4 +4 = 8
Rp. 722.223/8 = Rp. 90.277,-
Masing-masing anak laki-laki dan anak
perempuan memperoleh = Rp. 90.277,-