DASAR
HUKUM PENDAFTARAN TANAH
1. Pasal 19 UUPA
Ayat
1: “Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah, diseluruh wilayah Republik Indonesia, menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Ayat
2: “Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini,
meliputi:
Pengukuran,
Pemetaan dan pembukuan tanah.
Pendaftaran
Hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
Pemberian
surat-surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.”
Ayat
3: Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat
keadilan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi serta
kemungkinan penyelenggaraan menurut pertimbangan Menteri Agraria.”
Ayat
4: Dalam Peraturan Pemerintah, biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 tersebut di atas, dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.”
2. Peraturan Pemerintah
nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
3. Peraturan Pemerintah
nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada PP No. 24/1997
yang tidak dituangkan dalam PP No. 10/1961:
Penegasan
pengertian pokok-pokok Pendaftaran Tanah, azas dan tujuan penyelengaraannya
(lihat pasal 1, 2, dan 3). Penegasan ini dimaksudkan agar para pelaksana
mempunyai persepsi yang sama, sehingga tidak terjadi deviasi dalam pelaksanaan
di lapangan.
Penyederhanaan
prosedur pengumpulan data penguasaan/pemilikan tanah maupun pengumumannya
(lihat pasal 24 dan 26). Dalam ketentuan baru ini selain tetap digunakannya Lembaga
Pengumuman, diperkenalkan pula Lembaga Kesaksian,
sehingga pelaksanaan di lapangan dapat dipercepat.
Pemanfaatan
teknologi baru dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan, dengan menggunakan GPS
(Global Positioning System), komputer atau perangkat lain (lihat pasal 16).
Digunakan
Lembaga Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah Sistematik untuk
membantu Kepala Kantor Pertanahan (lihat pasal 8), yang mempunyai kewenangan
setara Kepala Kantor Pertanahan.
Dimungkinkan
tetap dilaksanakannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik maupun
yuridisnya belum lengkap atau masih dalam sengketa (lihat pasal 30).
Diberlakukannya
Lembaga Rechts Verweking, (lihat pasal 32).
Mempertegas
pengaturan tugas-tugas ke-PPAT-an.
PENGERTIAN
PENDAFTARAN TANAH
Rudolf
Hemanses, S.H., seorang mantan Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah dan Menteri
Agraria merumuskan Pengertian Pendaftaran Tanah sebagai
Pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar, berdasarkan
pengukuran dan pemetaan, yang seksama dari bidang-bidang itu.
Berdasarkan
PP No. 10/1961 sebagai dimaksud dalam pasal 19 (2) UUPA, Pendaftaran
Tanah meliputi:
pengukuran,
pemetaan, dan pembukuan tanah.
Pendaftaran
dan peralihan hak atas tanah.
Pemberian
surat tanda bukti hak atau sertifikat.
Menurut
pasal 1 ayat 1 PP No.24/1997, Pendaftaran Tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi Pengumpulan, Pengolahan, Pembukuan dan Penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk Peta dan Daftar mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian Suarat Tanda
Bukti hanya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada Haknya dan Hak Milik atas
satuan rumah susun, serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
AZAS
DAN TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
Azas
sederhana dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan
pokok maupun prosedur Pendaftaran Tanah dengan mudah dapat dipahami oleh pihak
yang berkepentingan, terutama para pemegang hak.
Azas
aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Pendaftaran
Tanah perlu diselenggarakan dengan teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat
memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan Pendaftaran Tanah itu
sendiri.
Azas
terjangkau dimaksudkan agar pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan Pendaftaran Tanah harus bisa terjangkau
oleh pihak-pihak yang memerlukannya, terutama memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah.
Azas
mutakhir dimaksudkan agar pemeliharaan data
Pendaftaran Tanah secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang
tercatat atau tersedia di Kantor Pertanahan selalu up to date dan sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
Azas
terbuka dimaksudkan agar masyarakat dapat
memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan.
TUJUAN
PENDAFTARAN TANAH
Memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan (lihat pasal 19 UUPA).
Menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan
dalam rangka perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
Terselenggaranya
tertib administarsi pertanahan.
Untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah, sedang untuk
melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan
yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, terbuka untuk umum.
Dalam hal mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang
atau satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas
bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun, wajib didaftar
OBYEK
PENDAFTARAN TANAH
Obyek
Pendaftaran Tanah (lihat pasal 9 PP No. 24/1997), meliputi:
Bidang-bidang
tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai;
Tanah
Hak Pengelolaan;
Tanah
Wakaf;
Hak
Milik atas Satuan Rumah Susun;
Hak
Tanggungan;
Tanah
Negara.
Tanah
Negara sebagai obyek Pendaftaran Tanah, pendaftarannya dilakukan hanya dengan
membukukan bidang tanah dimaksud dalam Daftar Tanah tetapi tidak diterbitkan
sertifikatnya.
SISTEM
PENDAFTARAN TANAH
A. Sistem Negatif
Pejabat/lembaga
Pendaftaran Tanah tidak aktif dalam melakukan Pendaftaran Tanah, melainkan
hanya menerima data pertanahan yang diajukan oleh pemilik tanah sehingga
pemerintah tidak menjamin kepastian hukum mengenai tanah-tanah yang dimiliki
oleh masyarakat. Hal ini pernah terjadi di Indonesia pada jaman Penjajahan
Belanda. Contoh negara yang memberlakukan sistem ini adalah Belanda, Perancis,
Philipina.
B. Sistem Positif
Sistem
ini memberikan jaminan yang lebih kuat kepada yang memperoleh Hak atas Tanah.
Orang-orang yang tercatat pada Daftar Umum/Buku Tanah adalah pemilik tanah yang
pasti/mutlak. Sistem ini terjadi pada negara-negara yang sudah maju dimana
datanya telah lengkap, dijamin keakurasiannya dan pemerintah bersikap proaktif
dan alat buktinya bersifat mutlak. Contoh negara yang memberlakukan sistem ini
adalah Jerman, Swiss, Austria, Australia.
Bagaimana
sistem yang digunakan Indonesia??? Indonesia menggunakan
sistem Negatif bertendensi Positif. Dengan sistem ini,
keterangan-keterangan yang ada, apabila ternyata tidak benar, maka dapat diubah
dan dibetulkan. Bukti kepemilikan tanah bersifat kuat tetapi tidak mutlak.
Sistem ini dianut Indonesia karena hukum pertanahannya masih berdasarkan Hukum
Adat yang bersifat Negatif tetapi data yang dihasilkan akurat (positif)
Sistem
Pendaftaran Tanah di Indonesia juga dapat disebut Quasi
Positif (Positif yang semu). Ciri-ciri Quasi Positif ini, sebagai
berikut:
Nama
yang tercantum dalam Daftar Buku Tanah adalah pemilik tanah yang benar dan
dilindungi hukum. Sertifikat adalah Tanda Bukti Hak yang terkuat, bukannya
mutlak.
Setiap
proses balik nama, melalui prosedur dan penelitian yang seksama dan memenuhi
syarat-syarat keterbukaan.
Setiap
Persil batas diukur dan digambar dengan Peta Pendaftaran Tanah dengan skala 1 :
1000, ukuran mana yang memungkinkan untuk dapat dilihat kembali batas persil,
apabila di kemudian hari terdapat sengketa batas.
Pemilik
tanah yang tercantum dalam sertifikat dan Buku Tanah dapat dicabut melalui
proses Keputusan Pengadilan atau di batalkan oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional, apabila terdapat cacat hukum.
Pemerintah
tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti rugi pada masyarakat karena
kesalahan administrasi Pendaftaran Tanah, melainkan masyarakat sendiri yang
merasa dirugikan melalui proses peradilan untuk memperoleh haknya.
PENYELENGGARAKAN
PENDAFTARAN TANAH
A. Pendaftaran Tanah
Untuk Pertama Kali (Pasal 13 PP No. 24/1997)
1. Sistematik
Pendaftaran
Tanah secara Sistimatik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Cara ini biasanya lebih murah
karena sebagian biayanya ditanggung oleh pemerintah. Contoh Pendaftaran desa
demi desa (prona) dan Ajudikasi Pendaftaran Tanah (secara bersamaan).
2. Sporadik/insendentil
Pendaftaran
Tanah dengan cara ini dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan atau
pemilik tanah sehingga biayanya lebih mahal.
Kegiatan
Pendaftaran untuk pertama kali, meliputi:
Pengumpulan
dan pengolahan data fisik;
Pembuktian
hak dan pembukuannya;
Penerbitan
sertifikat;
Penyajian
data fisik dan yuridis
Penyimpanan
daftar umum dan dokumen.
B. Pemeliharaan Data Pendaftaran
Tanah
Kegiatan
Pemeliharaan Data Pendaftaran meliputi Pendaftaran Peralihan Hak, Pembebanan
Hak dan Pendaftaran Perubahan Data Pendaftaran Tanah. (lihat pasal 36-56 PP No.
24/1997)
Pemeliharaan
data Pendaftaran Tanah dilakukan apabila terjadi perubahan data fisik atau data
yuridis obyek Pendaftaran Tanah yang telah di daftar. Perubahan
data fisik dimaksud adalah pemisahan, pemecahan, atau penggabungan
bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi apabila
ada pembebanan atau pemindahan hak atas tanah yang sudah didaftar. Perubahan
yang terjadi oleh pemegang hak atas tanah wajib didaftarkan di kantor
pertanahan.