1. Product
Liability (Tanggung Jawab Produk)
Menurut
Natalie O’Connor; “Product Liability, These were designed to protect the
consumer from faulty or defective goods by imposing strict liability upon
manufacturers”.
Dari
pedapat yang di kemukakan oleh Natalie diatas dapat kita lihat secara umum
bahwa Tanggung Jawab Produk adalah suatu konsepsi hukum yang intinya
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Tanggung
jawab produk cacat berbeda dengan tanggung jawab terhadap hal-hal yang sudah
kita kenal selama ini. Tanggung jawab produk, barang dan jasa meletakkan beban
tanggung jawab pembuktian produk itu kepada pelaku usaha pembuat produk
(produsen) itu (Strict Liability). Hal ini dapat kita lihat dalam
ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam perkara ini, menjadi beban dan tanggung pelaku usaha.
Kerugian
yang diderita oleh seorang pemakai produk yang cacat atau membahayakan, bahkan
juga pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak pelaku
usaha pembuat produk itu sebagaimana diatur dalam pasal 19 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Dengan
penerapan tanggung jawab mutlak produk ini, pelaku usaha pembuat produk atau
yang dipersamakan dengannya, dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada
konsumen pemakai produk, kecuali dia dapat membuktikan keadaan sebaliknya,
bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat di persalahkan kepadanya.
Pada
dasarnya konsepsi tanggung jawab produk ini, secara umum tidak jauh berbeda
dengan konsepsi tanggung jawab sebagaiman diatur dalam ketentuan Pasal 1365
(dan 1865) KUHPerdata. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab produsen untuk
memberikan ganti rugi diperoleh, setelah pihak yang menderita kerugian dapat
membuktikan bahwa cacatnya produk tersebut serta kerugian yang timbul merupakan
akibat kesalahan yang dilakukan oleh produsen. Perbedaan lainnya adalah
ketentuan ini tidak secara tegas mengatur pemberian ganti rugi atau beban
pembuktian kepada konsumen, melainkan kepada pihak manapun yang mempunyai
hubungan hukum dengan produsen, apakah sebagai konsumen, sesama produsen,
penyalur, pedagang atau instansi lain.
Apakah
yang dimaksud dengan cacat produk? Di Indonesia cacat produk atau produk yang
cacat di definisikan sebagai berikut:
“Setiap produk
yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau
kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam
peredaranya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau
harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.”
Dari
batasan ini dapat dilihat bahwa pihak yang bertanggung jawab adalah pelaku
usaha pembuat produk tersebut. Perkembangan ini dipicu oleh tujuan yang ingin
dicapai doktrin ini yaitu:
a. Menekan lebih
rendah tingkat kecelakaan karena produk cacat tersebut.
b. Menyediakan
sarana hukum ganti rugi bagi korban produk cacat yang tidak dapat di hindari.
Sesuatu
produk dapat disebut cacat (tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya) karena:
a. Cacat produk
atau manufaktur;
b. Cacat Desain;
c. Cacat
Peringatan atau cacat industri.
Cacat produk atau manufaktur adalah keadaan produk yang umumnya
berada di bawah tingkat harapan konsumen. Atau dapat pula cacat itu demikian
rupa sehingga dapat membahayakan harta benda, kesehatan tubuh atau jiwa
konsumen. Cacat seperti tersebut diatas termasuk cacat desain,
sebab kalau desain produk itu dipenuhi sebagaimana mestinya, tidaklah kejadian
merugikan konsumen tersebut dapat terjadi.
Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak
dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan
tertentu. Produk yang tidak memuat peringatan atau instruksi tertentu
sebagaimana yang di utarakan diatas, termasuk produk cacat yang tanggung
jawabnya secara tegas dibebankan pada produsen dari produk tersebut. Tetapi
disamping produsen, dengan syarat-syarat
tertentu, beban tanggung jawab itu dapat pula diletakkan di atas pundak pelaku
usaha lainnya, seperi importir produk, distributor atau pedagang pengecernya.
Jadi,
tanggung jawab produk cacat ini berbeda dari tanggung jawab pelaku usaha produk
pada umumnya. Tanggung jawab produk cacat terletak pada tanggung jawab cacatnya
produk berakibat pada orang, orang lain atau barang lain, sedang tanggung jawab
pelaku usaha, karena perbuatan melawan hukum adalah tanggung jawab atas
rusaknya atau tidak berfungsinya produk itu sendiri.
Hukum tentang tanggung jawab produk
ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung
jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur
kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat
emptor (konsumen bertanggung jawab) telah ditinggalkan, dan kini berlaku caveat
venditor (pelaku usaha bertanggung jawab)
Ketentuan yang mengatur hal
tersebut, yaitu perbuatan-perbuatan pelaku usaha yang berakibat menimbulkan
kerugian dan atau membahayakan konsumen diatur dalam Pasal 4,5,7-17, 19-21 dan
Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. Definisi
Product Liability
Istilah
Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang
lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya
produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Prducer
and manufacture) maupun penjual (seller, distributor)
mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat
produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen.
Produk secara umum diartikan
sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (Tangible goods), baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah
tanggung jawab produsen (Product Liability) produk bukan hanya berupa tangible
goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik,
produk alami (mis. Makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain),
tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau perlengkapan
tetap pada rumah real estate (mis. Rumah).
Selanjutnya,
termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang
sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Berkenaan
dengan masalah cacat (defect) dalam pengertian produk yang cacat (defective
product) yang menyebabkan produsen harus bertanggung jawab dikenal tiga
macam defect: Production/manufacturing defects, design defects dan
warning or instruction defects.
Production/Manufacturing
Defect, yaitu apabila suatu produk dibuat tidak sesuai dengan persyaratan
sehingga akibatnya produk tersebut tidak aman bagi konsumen.
Desaign
Defect, yaitu apabila bahaya dari produk tersebut lebih besar daripada manfaat
yang diharapkan oleh konsumen biasa atau bila keuntungan dari disain produk
tersebut lebih kecil dari risikonya.
Warning/Instruction
Defect yaitu apabila buku pedoman, buku panduan, pengemasan, etiket (labels),
atau plakat tidak cukup memberikan peringatan tentang bahaya yang mungkin
timbul dari produk tersebut atau petunjuk tentang penggunaannya yang aman.
Tentang
pengertian product liability dapat dikemukakan definisi sebagai
berikut:
Menurut
Hursh: product liability is the liability of manufacturer, processor
or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer or
third party, caused by product which has been sold.
Perkins
Coie menyatakan: Product Liability:The liability of the manufacturer or
others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use
of product.
Sedangkan
dalam Convention on the Law Applicable to Products Liability (The Hague
Convention), article 3 menyatakan:
This
convention shall applay to the liability of the following persons:
a. manufacturers
of a finished product or of a component part;
b. producers of a
natural product;
c. suppliers of a
product;
d. other persons,
including repairers, and warehousemen, in the commercial chain of preparation
or distribution of a product.
It
shall also apply to the liability oh the agents or employees of the persons
specified above.
Dengan
demikian, yang dimaksud dengan product Liability adalah suatu tanggung
jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer,
manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses
untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau
badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut. Bahkan dilihat dari
konvensi tentang product Liability di atas, berlakunya konvensi tersebut
diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang
persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha bengkel dan
pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha
di atas.
Tanggung
jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau
turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah,
kematian maupun harta benda.
A. Analisis
Seperti
di kemukakan di atas, bahwa jika dilihat secara sepintas, nampak bahwa apa yang
di atur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam
KUHPerdata kita.
Hanya
saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita
kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor
dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang
akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi. Kesulitan tersebut adalah
pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak
produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka
gugatan konsumen akan gagal.
Oleh
karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak
tahun 1960-an, di Amerika Serikat di berlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict
liability principle). Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak
ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang
cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan
ada atau tidak adanya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan
mengapa prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) diterapkan
dalam hukum tentang product liability adalah:
1. Di antara
korban/konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian
(resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak ynag memproduksi/mengeluarkan
barang-barang cacat/berbahaya tersebut di pasaran;
2. Dengan
menempatkan/mengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen menjamin
bahwa barang –barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bilamana
terbukti tidak demikian, dia harus bertanggung jawab;
3. Sebenarnya
tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak-pun produsen yang melakukan
kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan beruntun, yaitu
konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada
distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict
liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini.
Selain
hal tersebut diatas, ada alasan-alasan lain yang memperkuat penerapan prinsip strict
liability tersebut yang didasarkan pada prinsip Social Climate Theory:
1. Manufacturer adalah pihak
yang berada dalam posisi keuangan yang lebih baik untuk menanggung beban
kerugian, dan pada setiap kasus yang mengharuskannya mengganti kerugian dia
akan meneruskan kerugian tersebut dan membagi resikonya kepada banyak pihak
dengan cara menutup asuransi yang preminya dimasukkan ke dalam perhitungan
harga dari barang hasil produksinya. Hal ini dikenal dengan deep pockets
theory.
2. Terdapatnya
kesulitan dalam membuktikan adanya unsur kesalahan dalam suatu proses manufacturing
yang demikian kompleks pada
perusahaan besar (industri) bagi seorang konsumen/korban/penggugat secara
individual.
Dalam
hukum tentang product liability, pihak korban/konsumen yang akan
menuntut kompensasi pada dasarnya hanya diharuskan menunjukkan tiga hal: pertama,
bahwa produk tersebut telah cacat pada waktu diserahkan oleh produsen;
kedua, bahwa cacat tersebut telah menyebabkan atau turut menyebabkan
kerugian/kecelakaan; ketiga, adanya kerugian. Namun juga diakui
secara umum bahwa pihak korban/konsumen harus menunjukkan bahwa pada waktu
terjadinya kerugian, produk tersebut pada prinsipnya berada dalam keadaan
seperti waktu diserahkan oleh produsen (artinya tidak ada
modifikasi-modifikasi).
Meskipun
sistem tanggung jawab pada product liability berlaku prinsip strict
liability, pihak produsen dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya,
baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Hal-hal yang dapat membebaskan
tanggung jawab produsen tersebut adalah:
1. Jika produsen
tidak mendengarkan produknya (put into circulation);
2. Cacat yang
menyebabkan kerugian tersebut tidak ada pada saat produk diedarkan oleh
produsen, atau terjadinya cacat tersebut baru timbul kemudian;
3. Bahwa produk
tersebut tidak dibuat oleh produsen baik untuk dijual atau diedarkan untuk
tujuan ekonomis maupun dibuat atau diedarkan dalam rangka bisnis;
4. Bahwa
terjadinya cacat pada produk tersebut akibat keharusan memenuhi kewajiban yang
ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah;
5. Bahwa secara
ilmiah dan teknis (state of scintific an technical knowledge, state or art
defense) pada saat produk tersebut diedarkan tidak mungkin cacat;
6. Dalam hal
produsen dari suatu komponen, bahwa cacat tersebut disebabkan oleh desain dari
produk itu sendiri dimana komponen telah dicocokkan atau disebabkan kesalahan
pada petunjuk yang diberikan oleh pihak produsen tersebut;
7. Bila pihak
yang menderita kerugian atau pihak ketiga turut menyebabkan terjadinya kerugian
tersebut (contributory negligence);
8. Kerugian yang
terjadi diakibatkan oleh Acts of God atau force majeur.